Senin, Februari 22, 2016

Instagram Diantara Dunia Media Sosial


Minggu-minggu ini saya sedang keranjingan sesuatu. Sebenernya ini sangat telat untuk saya yang ngaku-ngaku sebagai blogger. Hahaha, ya sudahlah, blogger bagi saya juga bukan profesi tapi salah satu kegiatan menyalurkan hobi menulis. Jadi, kalo mo disebut blogger abal-abal juga gak apa-apa. Jadiiii, ketika dibilang saya telat ngikutin trend media sosial juga saya gak terlalu ambil pusing. Hehehe...

Iyaaah! Saya lagi suka maen Instagram nih! (Kalo mo follow, find me @anitashiva88. Kalo mo minta folbek, tulis komen di salah satu foto yaa..). Helloooow, Instagram itu kan udah lama buangeeeet, kok baru heboh sekarang? Hahaha... Ya, mungkin pembelaan saya, saya ini udah lama punya akun Instagram lhooo...

Iya, liat aja tanggal saya upload foto pertamanya. Itu, persis hari pertama saya beli hape Xiaomi 2 dan saya langsung buat akun Instagram. Diajarin mantan mahasiswa saya, sih, Cinta (@chintamomon) namanya, sekarang lagi ambil S2 Komunikasi di UGM.

“Mam, mam, udah buang aja Blackberry Gemini mam ini. Kita beli hape android, ntar mam bisa lebih mobile,” kata Cinta waktu saya numpang nginap di kostnya di Yogyakarta. Waktu itu, saya sedang mo ngurus surat-surat izin kunjungan untuk mahasiswa KKL ke Yogyakarta. Sekitar bulan April 2015 waktu itu.Saya hanya cengar-cengir aja dibilang ketinggalan zaman sama Cinta, dan nurut aja waktu diajak untuk beli hape baru di salah satu pusat penjualan hp di Yogyakarta itu. Kebetulan spesifikasi Xiaomi 2 cocok di kantong, pas lagi cair-cairnya waktu itu. Hahaha... So, punya hape baru, punya akun-akun medsos baru, termasuklah Instagram, Path, Whats Up, Line, selain juga nerusin yang lama macam BBM, Facebook dan Twitter.

Hh, tapi di perjalanan, saya gak tahu apa menariknya Instagram? Paling cuma unggahan iseng, kalo abis edit foto ngirimlah ke akun Instagram. Eh, ternyata ada yang ngikutin tuh akun, dan saya juga pernah sesekali ngikut-ngikutin akun Instagram teman-teman yang saya kenal atau bahkan yang ada aja di Instagram pas kebetulan saya buka waktu itu. Udah. Tapi kemudian, semua berubah, semenjak negara api menyerang. Hahaha... Ah, lebaynya saya... Iya, semua berubah ketika ada mahasiswa lagi yang ngajarin dimana letak serunya medsos Instagram.

Nama mahasiswa saya itu, Ridho (@edo_petak), yang kemudian membuat saya jadi keranjingan setiap hari membuka akun Instagram yang saya miliki. Ternyata ada keseruan tersendiri ketika foto-foto hasil jepretan kita ada yang nge-like atau ada yang komentar. Eh, ada juga yang jepretan orang sih. Hohoho.. Ada juga keseruan ketika kita diikuti oleh akun-akun lain yang suka dengan foto-foto yang kita unggah. Ada juga keseruan ketika bisa melihat foto-foto menarik dari akun orang lain, video-video menarik, dan tidak menghabiskan waktu lama untuk menikmatinya.

Kadang kita juga bisa ikut lomba beberapa produk yang meminta para pengguna Instagram melakukan hal-hal tertentu di akunnya. Tapi, gak sulit-sulit amat, paling unggah foto tertentu, atau repost foto tertentu dan meminta kita untuk tag teman kita yang juga menggunakan Instagram. Dan sekarang jumlah pengikutpun jadi bertambah, yang awalnya cuma 200-an langsung melesak jadi 400-an. Dan masih terus berharap untuk bertambah, tapiiii gak mau pake tipu-tipu yang sengaja bayar untuk nambah followers. Apaaaaan coba itu?? Hehehe...

Well,  jadi "artis" Instagram itu juga hal lain lagi yang bisa dilakukan via Instagram, dan keunggulannya adalah tidak semua generasi menyadari keseruan penggunaan medsos ini. Berbeda dengan Facebook yang semua orang bisa karena sangat gampang penggunaannya atau kalau saya bilang sangat absurd karena tidak harus eksis dengan persoalan gambar dalam bentuk foto atau video. Anda tidak dituntut untuk berani mempublikasikan diri di Facebook, tapi di Instagram, kalau bermaksud untuk memperbanyak jumlah pengikut maka kita harus banyak melakukan sesuatu untuk akun medsos kita. Yah, kecuali kalo kita memang artis, orang yang malah nyari-nyari akun kita apaan. Hihihi...

Tapi, ada juga pengguna Instagram yang memperlakukan akunnya untuk urusan personal, jadi pake kunci agar orang lain bisa melihatnya. Kalau saya, Facebook yang sudah saya terapkan kunci. Tidak semua orang yang menawarkan pertemanan dapat saya terima. Karena kalau bagi saya, Facebook lebih personal. Ribetnya di Facebook kan memang jumlah temannya ada limitnya atau terbatas, sekarang aja jumlah temannya sudah 2000-an, hadeeew... Maleslah mau buat akun Facebook lagi. Lagian kalau asal-asalan terima teman, nanti beranda kita penuh dengan kabar berita dari orang-orang yang tidak kita kenal. Ya, semua orang memiliki pandangan yang berbeda. Kalau saya sih begitu. Hee...

Namun dari kesemua itu, bagi saya, jelas, bahwa fungsi akun-akun medsos itu jelas untuk aktualisasi diri, terlepas dari siapa yang dituju. Lingkaran kedekatan orang lain yang ingin terlibat dalam lingkaran sosial kita terhadap dunia luar lah yang menjadi patokan. Dunia yang terus berubah, kesibukan yang kita jalani, catatan hidup yang senantiasa akan menjadi sejarah, membawa kita ke sini, membangun identitas-identitas maya untuk pencitraan namun juga sekaligus untuk menampilkan diri apa adanya. Berani untuk disuka atau tidak disuka. Atau bahkan tidak dianggap apa-apa. Begitu.... :)

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...