Saya seorang dosen Ilmu Komunikasi di STISIPOL Candradimuka Palembang. Saya menyelesaikan S2 saya di Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada tahun 2012 lalu dengan mempertahankan tesis yang berjudul KULINER DAN KONSTRUKSI IDENTITAS KELOKALAN Studi Kasus Tentang Pempek Bagi “Wong Kito” di Kota Palembang. Dari awal pembuatan tesis, saya memang berkeinginan budaya Palembang lebih dikenal orang dari segi akademis. Akhirnya, saya berhasil mengubah tesis saya itu menjadi format buku referensi dengan judul Pempek Palembang: Kuliner & Konstruksi Identitas Kelokalan dengan jumlah 120 halaman. Sayangnya memang, kajian-kajian budaya seperti ini tidak mendapat tempat di penerbitan umum jika ingin dijadikan buku. Saya sudah mencoba memasukkan naskah ke Gramedia dan beberapa penerbitan lain tapi ditolak.
Oleh karena itu, saya berkeinginan untuk menerbitkannya melalui penerbitan indie yang pasti diterbitkan, dan kita sendiri beserta penerbit itu yang akan memasarkannya secara on-line maupun off-line. Pembahasan budaya makan (kuliner) memang belum pernah ada. Umumnya, mereka menulis tentang resep masakan, tempat-tempat makan yang enak, dan sebagainya. Sedangkan di tulisan saya, saya mencoba untuk menganalisis tentang faktor keterikatan antara pempek dan wong Palembang itu sendiri sebagai salah satu karakter identitas mereka. Saya berkeyakinan, ini sangat penting bagi peradaban budaya Palembang – Sumatera Selatan itu sendiri. Tapi sayangnya masih banyak dari mereka yang tidak mengerti. Termasuk Bagian Dikbudpora yang bertugas di Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Prov. Sumsel.
Saya memasukkan surat permohonan bantuan dana untuk penerbitan & launching buku yang direncanakan bulan Maret 2014 itu pada tanggal 18 Desember 2013. Surat saya tujukan langsung untuk Bapak Gubernur Sumatera Selatan, Ir. H. Alex Noerdin, SH yang selama ini saya nilai selalu menjanjikan akan mendukung segala usaha masyarakat Sumatera Selatan yang berniat sama untuk mengangkat nama daerah ini. Saya kemudian datang kembali, kemarin, 24 Desember 2013 untuk mengkonfirmasi surat yang saya masukkan. Tapi apa dinyana, setelah menunggu lama, surat dengan no. urut: 2502 itu ternyata ditolak. Penjelasan yang absurd dari Bagian Dikbudpora itu sangat saya sesali, terlebih nada arogansi, seolah-olah saya seperti pengemis yang meminta uang di jalanan.
Saya yang kecewa dengan sikap mereka akhirnya berniat mengambil kembali naskah buku dan surat yang saya kirimkan. Keinginan saya yang ingin buku itu dibaca oleh orang nomor satu Sumatera Selatan tidak mungkin tercapai. Mengutip kata-kata bapak dan ibu di ruangan Dikbudpora itu, “Gak mungkin mbak, Pak Gubernur membaca ini!” Waaah, menyakitkan sekali. Akhirnya saya ambil naskah di dalam amplop coklat itu dan memasukkannya ke dalam paper bag yang saya bawa, “Ya sudah, Pak, kalau Pemprov Sumatera Selatan gak bisa bantu saya, saya ucapkan terima kasih, dan permisi pulang.”
(Scan Lembar Disposisi Surat Itu) |
Di rumah, ternyata lembar disposisi atas surat saya tertinggal di paper bag saya. Dan Anda tahu, di sana tertulis, “Pelajari dan penuhi”. Jadi, apa sebenarnya yang sedang terjadi pada saya? Wallahualam. Setiap perbuatan ada balasannya. Jika saya salah, saya mohon maaf. Namun jika saya benar, tulisan ini sebaiknya ditindaklanjuti untuk kebaikan kita semua. Terima kasih dan jayalah selalu untuk Sumatera Selatan.
Pengirim:
Sumarni Bayu Anita, S.Sos, M.A
(sb.anita@gmail.com)
Dosen STISIPOL Candradimuka Palembang
bukan cerita baru yang begitu itu, nit.... saat kebudayaan lokal 'dikendalikan' orang asing, baru pada teriak2 seolah2 menjadi orang yanag selama ini paling kuat mempertahankan dan melestarikan budaya lokal.... namun, terus berjuang akan membuka jalan yang seharusnya telah terbentang jauh2 hari sebelumnya. god bless
BalasHapusselamat malam, mbak Nita.
BalasHapusdari tulisan ini saya mendapat pengalaman yang sangat berharga. kebutulan saya sedang menjalani studi kajian budaya di bandung dan berniat menyusun tesis yang nantinya 'berguna' bagi kota Palembang kita tercinta. sangat disesalkan sikap orang yang diharapkan mendukung langkah kita dalam berusaha 'menyumbangkan' pikiran dalam melestarikan budaya kita bersama.
btw, boleh saya add facebook mbak Nita, mungkin saya mau tanya-tanya mengenai pengalaman mbak Nita waktu nyusun tesis :)
salam kenal..
BalasHapussaya baca tulisan ini dan penasaran..lantas mb Nita ga langsung kembali lagi ke kantor tadi (dan semoga ketemu bapak yang nunjuk2 mb) untuk klarifikasi kemungkinan BERHASILnya Disposisi buku mb?
mohon pencerahannya, mungkin mb ada alasan khusus jika benar mb tidak kembali lagi kesana, meskipun lembar disposisi itu sepertinya sebuah :petunjuk:
thx b4...