Baru lewat 120 menit (14/8) ketika saya masih mencak-mencak karena merasa tertipu di salah satu biro penyalur pencari kerja yang beroperasi di kawasan menuju universitas kebanggaan kota ini, UNS. Awalnya, saya berniat mencari kerja untuk mengisi waktu luang karena SKS yang saya ambil semester ini sedikit. Sabtu (12/8) saya pun membeli salah satu surat kabar terkemuka Kota Solo untuk mencermati berita lowongan kerja yang ada. Di salah satu bagian iklan baris, saya tertarik pada sebuah iklan yang menyebutkan “BANK SYARIAH KOSPIN BKK Cr L/P SMP-S1 u/ Adm Sopir, Gj400-900 H: Jl. Ir. Sutami 55B Solo T: 7020626.” Alasannya, karena lokasinya yang tak begitu jauh dari kost.
Bersama seorang teman, saya mencari alamat itu. Apa nyana ketika menemukan, bukanlah bangunan sebuah bank seperti dalam bayangan saya, namun sebuah gedung kecil seukuran warung dengan spanduk ukuran 2 x 1 meter yang bertuliskan “CV. Dwi Karya, Penyalur Tenaga Kerja” menghias di depannya.
Agak ragu, namun saya pun masuk ke ruangan berukuran 3 x 2 meter dengan 2 meja dan sederetan kursi plastik. Di salah satu belakang meja, duduk seorang perempuan yang tengah asyik bermain HP. Ketika saya tanya tentang berita lowongan kerja di koran tersebut, dia bilang benar dan bahwa bank syariah tersebut bekerja sama dengan CV-nya dalam merekrut pekerja. Saya bertanya apakah bank tersebut berada di Solo, katanya ada namun untuk lebih jelas ditanya langsung saat wawancara dengan direkturnya. Seharusnya saya sudah sadar bahwa ada yang tidak beres karena sebelum wawancara saya diharuskan mengisi formulir dan membayar Rp 15.000,- untuk jasa biro penyalur. Saya akui saat itu kadung kepengen sehingga persyaratan itu saya penuhi segera. Terlebih ada juga korban tambahan yang datang sesudah saya, sehingga membuat saya merasa tidak sendirian.
Namun kejengkelan itu pun muncul ketika proses wawancara dilakukan dengan sang direktur CV. Saya dipanggil bersama rekan korban di sebelah saya tadi menuju ruangan sebelah. Setelah basa-basi sedikit tentang nama dan lulusan apa, nyonya direktur itu langsung menerangkan tentang gaji, bonus, tunjangan, asuransi, asrama, dan lain-lain yang menggiurkan. Belum habis keheranan saya yang pernah mengikuti tes-tes wawancara kerja sebelumnya. Wow, ujungnya juga dikatakan tentang uang penempatan yang jumlahnya 16 kali lipat dari jumlah gaji perbulan yang ditawarkan. Jadi misalnya gaji dijanjikan Rp 500.000,- per bulan, maka uang penempatan sebesar Rp 8 juta. Bila saya tertarik, uang tersebut harus dibayarkan 50 persen dimuka sebelum proses penerimaan atau magang dimulai. Ia juga bilang, uang penempatan itu akan hangus kalau setelah proses magang selesai saya akhirnya diterima.
Biro Pencari Kerja
Banyak cara memang mencari kerja, dalam hal ini bekerja sebagai pegawai kantoran. Namun pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yakni pertama langsung mengirimkan lamaran & CV ke perusahaan yang dituju tanpa menunggu pengumuman lowongan kerja di media apapun, namun kekurangannya belum pasti kapan dipanggil untuk wawancara kerja. Cara ini pencari kerja diharapkan dapat betul-betul mempromosikan dirinya lewat CV yang ia kirim. Kedua, mengirimkan lamaran & CV ke perusahaan yang sebelumnya memasang iklan lowongan kerja di media baik cetak maupun elektronik. Cara kedua inilah yang banyak menjebak para pencari kerja terhadap ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Meskipun berdalih bertanggung jawab, namun dapat dipastikan pencari kerja yang datang berbondong-bondong itu diharuskan berkorban materi sebelum ia diterima.
Banyaknya lowongan dengan alamat Po Box merupakan salah satu ciri penipuan yang harus diwaspadai. Kita tidak bisa melacak kemana surat lamaran & CV kita pergi meski tawaran pekerjaan sangat menjanjikan dengan syarat-syarat mudah, tidak butuh pengalaman kerja misalnya. Pengalaman dari seorang teman bahwa kasus seperti ini dilakukan oknum untuk mengoleksi berbagai ijazah untuk kepentingan tertentu yang pastinya tidak bertanggung jawab. Misalnya saja untuk pendirian sebuah perusahaan fiktif.
Kemudian kasus seperti yang baru saja saya alami, ada alamat tapi ternyata bukan alamat perusahaan melainkan biro penyalur tenaga kerja. Jelas tempatnya, tapi proses yang harus dilalui tetap merugikan karena harus membayar sejumlah uang, bahkan untuk sebuah wawancara omong kosong. Kenapa saya katakan demikian, karena pengalaman yang terlanjur ikut dalam skenario kerja bayar uang penempatan itu sudah pernah terjadi pada sepupu saya di kota lain. Toh, setelah 6 bulan ia bekerja, perusahaannya itu kemudian diisukan akan bangkrut dan harus mengurangi tenaga kerja. Ditambah ia pun tidak menyukai iklim kerja yang ada. Akhirnya ia pun keluar tanpa uang pesangon karena baru 6 bulan. Setelah ditotal, gaji dan bonus selama 6 bulan tak jauh dari jumlah uang yang ia bayar kepada perusahaan sebagai uang penempatan bahkan lebih sedikit. Artinya, model penerimaan kerja seperti ini boleh dikatakan sebagai penipuan dengan tehnik baru (mungkin juga lama). Uang yang ia berikan untuk perusahaan, uang itu juga yang digunakan sebagai gajinya selama ia bekerja. Artinya, telah ada eksploitasi tenaga kerja gratis yang dilakukan baik secara kerja sama dengan biro penyalur tenaga kerja maupun dilakukan sendiri oleh perusahaan tersebut.
Bahkan tadi di CV tempat saya mencak-mencak, sang direktur dengan tegas menyatakan bahwa kalau lewat biro penyalur pencari kerja memang begitu prosesnya, pasti ada uang penempatan.
Mencari Kerja
Sekiranya tidak ada manusia malas di Indonesia ini. Semuanya ingin bekerja, mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya. Namun ketidakberuntungan seringkali menimpa mereka-mereka yang sesungguhnya telah berniat baik. Namun memang niat baik saja tidak cukup. Mereka harus bisa membekali diri mereka dengan beberapa keterampilan, kemampuan bahasa asing, serta ijazah yang kini pun masih dilihat dari lulusan mana.
Rasanya mustahil bila persyaratan itu telah dipenuhi, masih sempat terkecoh dengan urusan proses melamar kerja. Tapi bisa saja! Saya cukup “terharu” untuk mengakuinya, tapi sudahlah itu pengalaman saya. Harapan saya semoga tidak terjadi pada Anda, dan di kemudian hari dapat lebih hati-hati dalam mencari tambatan kerja. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar