Rabu, Desember 10, 2008

Saya dan Media Massa

A. PENDAHULUAN
Memenuhi tugas MID mata kuliah Komunikasi Massa, setiap mahasiswa diinstruksikan oleh dosen pengampu untuk menulis makalah tentang peran atau fungsi media massa terhadap dirinya. Tentunya, bukanlah suatu hal yang sulit untuk menentukan apa saja fungsi-fungsi media massa bagi individu karena cukup banyak literatur yang menjabarkan tentang hal itu. Namun tugas tersebut menjadi tidak mudah karena mahasiswa juga harus berusaha untuk mengaitkan fungsi-fungsi tersebut ke dalam pengalaman-pengalaman pribadi mereka dengan media massa.
Sebagai individu, saya pernah melakoni pihak sebagai komunikator atau pun komunikan dalam proses komunikasi, khususnya di komunikasi massa. Sebagai komunikator, saya pernah menjadi wartawan di Sriwijaya Post pada halaman LEPASS (Lembaran Pelajaran Sumatera Selatan) selama dua tahun (Maret 2000 – Maret 2002), pernah menjadi Pemimpin Umum majalah sekolah SMU Plus Negeri 17 Palembang yang bernama “Marella 17” selama dua tahun (Juli 2000 – Juli 2002), dan sekarang masih berstatus sebagai anggota LPM VISI FISIP UNS yang aktif dalam penerbitan produk berupa majalah “VISI” dan bulletin “Acta Diurna”. Untuk media elektronik, seperti radio, saya pernah menjadi penyiar tamu selama 3 hari di RRI – Palembang pada September 2001, sedangkan televisi, saya hanya pernah bertindak sebagai pengisi acara Seni Tari sebagai salah satu penari tradisional dan acara Lomba Cepat Tepat tingkat SMP sebagai salah satu peserta lomba di stasiun TVRI Palembang.
Sebagaimana orang awam lainnya, mungkin saya lebih banyak bertindak sebagai komunikan ketimbang komunikator dari sebuah proses komunikasi dengan media massa. Saya mulai mengkonsumsi media massa, khususnya media elektronik, sejak masih berumur 4 tahun. Saat itu TVRI adalah satu-satunya stasiun TV yang dapat diterima di kota saya, Palembang. Adapun acara yang suka saya tonton adalah film kartun yang biasanya diputar setiap jam 4 sore. Baru kemudian pada tahun 1992, TPI pun masuk ke Palembang, selanjutnya disusul RCTI dan SCTV, lalu stasiun-stasiun TV yang lain. Kalau radio, awalnya saya hanya ikut-ikutan sepupu saya yang sangat gemar mendengar sandiwara yang umumnya bertema laga zaman Majapahit, seperti Mak Lampir, Tutur Tinular, dan lain-lain. Saya mulai terbiasa dengan radio ketika SMP karena kebiasaan untuk belajar sambil mendengar radio, meski kadang saya suka pusing sendiri kalau penyiarnya sudah kebanyakan ‘bicara’ ketimbang lagu yang diputar.
Untuk media cetak, saya awalnya suka membaca majalah, seperti Bobo dan Donal Bebek, kebetulan tetangga depan rumah saya berlangganan majalah itu. Jadi saya bisa numpang baca di rumahnya. Saya berhenti membaca Bobo ketika saya sudah duduk di SMP, kadang saya masih membeli tabloid Fantasi atau Hoplaa yang agak remaja. Di sela-sela saya mengkonsumsi tabloid, saya pun sangat gemar membaca komik, sampai kini pun masih, meski sudah sangat jarang. Ketika SMU, saya lebih suka membaca majalah Anita, Gadis, maupun Kawanku. Saya membelinya secara eceran di pasar. Herannya, saya tidak terlalu suka membaca majalah Aneka Yes!, karena menurut saya majalah itu lebih banyak menonjolkan cover boy atau cover girl-nya ketimbang cerpen atau artikel menarik yang bisa saya baca.
Saya mulai suka membaca surat kabar ketika saya duduk di bangku SMU. Awalnya karena saya diterima ketika seleksi wartawan Sriwijaya Post, salah satu surat kabar terkemuka di Palembang, saya pun mulai memperhatikan bagaimana kinerja dan struktur sebuah penerbitan pers. Saat itu, saya belum tertarik membaca Kompas karena saya masih tidak terlalu peduli dengan politik, ekonomi, hukum, atau apapun itu. Terlebih ketika itu era Soeharto masih jaya, dan anggapan saya bahwa tidak ada hal serius yang harus diperhatikan. Namun meski Soeharto lengser pun saya masih kurang tertarik membaca Kompas yang selalu dianggap sebagai surat kabar nomor wahid di Indonesia. Baru ketika kuliah, saya mulai mengkonsumsinya. Selain karena keperluan tugas kuliah, juga karena saya mulai tertarik dengan hal-hal yang bernuansa sosial dan politik.
Selain itu, saya ternyata juga sangat gemar nonton film. Kegemaran mengkonsumsi salah satu media massa itu dimulai ketika saya kuliah di D3 Public Relations FISIPOL UGM Yogyakarta. Di kampus, dosen sering mengajak mahasiswa menonton film yang kemudian dikaitkan dengan materi mata kuliah yang diajarkan. Hal itu sangat menyenangkan, selain mahasiswa terhibur, ia juga mendapatkan ilmu yang tidak dengan cara yang biasa, seperti di ruang kuliah. Dari sana, saya jadi terbiasa untuk menyewa sekaligus menonton VCD film sebanyak 3 film per minggu. Berbagai jenis film saya tonton, namun memang saya lebih suka menonton film buatan Hollywood yang bernuansa drama dan komedi. Contoh film favorit saya adalah The Forrest Gump (Tom Hanks), Bruce Al Mighty (Jim Carrey dan Jennifer Anniston), Pretty Woman (Julia Roberts dan Richard Gere), dan Titanic (Leonardo Di Caprio dan Kate Winslet). Media massa terbaru, namun belum dimasukkan ke dalam “The big five of media massa”, yakni internet juga saya minati. Saya banyak terbantu dalam menyelesaikan beberapa tulisan dan tugas kuliah di S1 Ilmu Komunikasi FISIP UNS Solo, yang saat MID ini saja memberikan saya 5 tugas makalah, salah satunya ini. Dari internet banyak informasi yang menarik yang belum tentu bisa didapatkan dari media lain.

B. PEMBAHASAN
B. 1. Pengertian Komunikasi Massa
Dalam Littlejohn (1999:327), komunikasi massa adalah suatu proses dengan mana organisasi-organisasi media memproduksi dan mentransmisikan pesan-pesan kepada publik yang besar, dan proses dimana pesan-pesan itu dicari, digunakan, dimengerti, dan dipengaruhi oleh audience. Pengertian komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan media massa untuk membuat produksi massal dan untuk menjangkau khalayak dalam jumlah besar (McQuail, 2000:31). Kemudian, jika berdasarkan kesimpulan yang dicatut dari penjelasan dosen pengampu mata kuliah Komunikasi Massa ketika kuliah (Mursito, 6/3), komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik media cetak maupun media elektronik.
Djuarsa (1993), dalam Jahja dan Irvan (2006) menyebutkan ada lima jenis media massa yang dikenal sebagai “The big five of mass media”, yaitu televisi, film, radio, majalah, dan koran dengan fungsi yang saling melengkapi, yaitu social function dan individual function. Sedangkan dalam makalah mata kuliah Manajemen Media Massa (Memahami Industri Media Massa, Sarwanti : 2006) menyebutkan bahwa istilah industri media massa menggambarkan delapan jenis bisnis media massa. Internet adalah industri media terbaru. Industri media lainnya meliputi : buku, surat kabar, majalah, rekaman, radio, film, dan televisi.
Media massa memiliki arti yang bermacam-macam bagi masyarakat atau individu dan memiliki banyak fungsi, tergantung pada jenis sistem politik dan ekonomi dimana media massa itu berfungsi, tingkat perkembangan masyarakat dan minat serta kebutuhan individu tertentu. Fungsi terhadap masyarakat (social function) bersifat sosiologis, sedangkan fungsi terhadap individu (individual function) bersifat psikologis.
Adapun fungsi sosial media massa menurut Harold D. Laswell meliputi :
1. Pengawasan lingkungan
2. Korelasi antar bagian dalam masyarakat untuk menanggapi lingkungannya
3. Transmisi warisan sosial dari suatu generasi ke generasi berikutnya
4. Hiburan
Sedangkan fungsi individual, dalam Jahja dan Irvan (2006:25) meliputi :
1. Pengawasan atau pencarian informasi
2. Mengembangkan konsep diri
3. Fasilitasi dalam hubungan sosial
4. Substitusi dalam hubungan sosial
5. Membantu melegakan emosi
6. Sarana pelarian dari ketegangan dan keterasingan
7. Bagian dari kehidupan rutin atau ritualisasi

B. 2. Saya dan Media Massa
Berikut ini akan dipaparkan mengenai peranan media massa terhadap individu yang mencontohkan penulis sebagai audience (komunikan) dengan mempergunakan 7 fungsi individual di atas sebagai acuan. Adapun penjabarannya adalah sebagaimana berikut :
1. Pengawasan atau pencarian informasi
Fungsi ini dapat disebut pula sebagai fungsi kognisi, dimana audience melakukan tindakan untuk mengetahui sesuatu. Dalam hal ini saya sering melakukannya untuk mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan apa yang sedang saya amati baik di lingkungan, masyarakat dan dunia. Contohnya, saya saat ini sedang intens mengawasi perkembangan RUU APP yang tengah dibahas oleh DPR RI. Awalnya untuk keperluan tugas kuliah, namun kemudian menjadi salah satu sarana memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum. Dari sana, saya pun dapat belajar atau memberikan pendidikan pada diri sendiri sekaligus dapat mengeidentifikasikan diri sendiri bahwa saya cenderung berada di pihak pro agar RUU APP tersebut segera disahkan.
2. Mengembangkan konsep diri
Fungsi ini dapat disamakan pada aspek identitas pribadi. Contohnya saya suka membaca majalah Hidayah, menonton acara Manajemen Qolbu – Aa Gym, sekaligus mendengarkan ceramah agama di MQ Radio. Dari perilaku yang saya lakukan itu, saya menemukan penunjang nilai-nilai pribadi, sekaligus menemukan model perilaku, mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain, dan meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri. Kadang saya merasa belum cukup menguasai nilai-nilai yang diajarkan oleh agama yang saya anut, yakni Islam, namun dengan adanya media massa pengembangan konsep diri itu pun dapat dilakukan dengan lebih mudah.
3. Fasilitas dalam hubungan sosial
Fungsi ini lebih dimaksudkan dalam proses integrasi dan interaksi sosial. Dengan menyukai acara yang ditayangkan di salah satu stasiun TV swasta, misalnya acara Republik BBM di Indosiar setiap Senin pukul 22.00 – 24.00 WIB, membantu saya dalam menjalankan peran sosial. Apa yang saya tonton menjadi bahan diskusi dengan rekan-rekan saya di kampus. Selain itu, pada beberapa acara infotainment, kadang juga memberikan pengaruh positif. Misalnya, dengan adanya acara itu, audience dapat memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain, dalam hal ini adanya empati sosial. Misalnya saja tentang kasus Andhara Early yang baru-baru ini menjadi cover majalah yang penuh controversial, Playboy. Sebagian orang akan memandang Andhara Early sebagai simbol yang penuh sensualitas dan berani, sebagian lagi akan menilainya sebagai ‘cewek murahan’, atau seperti saya, yang justru memandangnya sebagai insan yang harus dikasihani.
4. Substitusi dalam hubungan sosial
Fungsi ini masih sedikit berkaitan dengan fungsi nomor 3. Bedanya, dengan menggunakan media massa, audience diharapkan dapat mengganti dirinya dengan hal-hal yang bersifat simbolitas yang ditawarkan oleh media massa. Misalnya saya suka mendengarkan musik yang bernada lembut namun penuh syair yang unik dan kharisma, seperti lagu-lagunya Jikustik, Ari Lasso, ataupun Melly Goeslaw. Dengan hal-hal itu, saya telah melakukan subtitusi akan karakter saya yang dalam hal ini digunakan dalam berhubungan dengan orang lain.
5. Membantu melegakan emosi
Fungsi ini termasuk ke dalam hiburan. Adapun contoh yang pernah saya lakukan, adalah saya sering menonton film-film yang bernuansa drama romantis sekaligus komedi. Hal ini dapat melegakan emosi yang saya rasakan akibat hubungan pacaran jarak jauh. Contoh film yang bagus untuk ditonton, seperti Eurotrip, 13 Going On 30, Sweet Home Alabama, Shall We Dance?, dan Meet the Fockers. Semenjak kuliah, saya jarang menonton televisi, kecuali bila ada program-program yang saya sukai, seperti Republik BBM (Indosiar) dan Extravaganza (Trans TV). Saya memang lebih tertarik menggunakan media massa film dalam membantu melegakan emosi ketimbang media yang lain. Namun saya juga sering menggunakan media massa rekaman (kaset) yang selalu saya dengar dengan menggunakan walkman atau MP3 sambil saya mengetik tugas kuliah seperti saat ini.
6. Sarana pelarian dari ketegangan dan keterasingan
Fungsi ini masih termasuk dalam hiburan, namun lebih terfokus dalam fungsi melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan. Namun saya pribadi sangat jarang melakukan fungsi ini. Bagi saya, setiap ada permasalahan, kecil atau besar harus segera diselesaikan. Tidak ada gunanya mengulur-ngulur waktu dengan menikmati media massa terlebih dahulu apapun jenisnya. Baru bila masalah sudah selesai atau minimal sudah terlihat jelas jalan keluarnya, baru saya dapat menikmati media massa dengan leluasa, dan hal itu lebih ditujukan untuk bersantai. Saya berpendapat, bahwa orang yang menggunakan media massa sebagai sarana pelarian dari ketegangan dan keterasingan adalah sangat memprihatinkan. Sama halnya dengan melemparkan diri ke dalam pengaruh alkohol yang keduanya tidak akan menimbulkan manfaat yang berarti. Lebih baik kiranya bila saat perasaan ‘lari’ itu muncul, pertama berusaha menyelesaikan sebab perasaan itu muncul sehingga akibatnya dapat diminimalisir, dan kedua lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dengan melakukan ibadah sesuai agama yang diyakini.
7. Bagian dari kehidupan rutin atau ritualisasi
Fungsi ini menggambarkan bahwa media massa sudah begitu mendarah daging dalam kehidupan manusia. Tentu akan sulit dibayangkan bila tiba-tiba di masyarakat modern harus hidup tanpa media. Saya pribadi membenarkan fungsi ini. Namun tentunya, media massa tentu tidak dapat dikatakan sebagai penentu kehidupan manusia. Ia tetap menjalankan fungsinya sebagai ‘sesuatu’ yang dikontrol oleh manusia itu untuk membantunya, bukan sebaliknya, yang mengontrol manusia itu. Dari 8 media massa yang ada, yakni buku, surat kabar, majalah, rekaman, radio, film, televisi, dan internet, saya akui menggunakan semuanya dalam membantu hidup, sehingga otomatis menjadi bagian dari kehidupan rutin atau ritualisasi saya. Adapun urutan mulai dari yang paling saya gunakan dalam kehidupan rutin saya adalah (1) buku, (2) internet, (3) film, (4) televisi, (5) surat kabar, (6) rekaman, (7) radio, (8) majalah.

C. PENUTUP
Demikian pemaparan yang bisa saya sampaikan mengenai saya dan media massa yang sesungguhnya melakukan penjabaran terhadap fungsi individu dari media massa. Dari pemaparan di atas jelas bahwa media massa memiliki peranan yang cukup penting dalam kehidupan manusia, seperti saya misalnya. Namun tetap saja bahwa media massa tidak dapat dikatakan sebagaimana kalimat berikut : “The all powerful media are able to impact ideas on defenseless minds”, atau dalam analogi bahwa khalayak seperti atom-atom terpisah yang tidak melakukan interaksi dengan lingkungannya dan hanya terikat dengan media massa. Adapun kedua hal tadi merupakan asumsi dari Hypodermic Needle Model yang diungkapkan oleh Elihu Katz (Depari dan MacAndrews, 1995:19) menjadi tidak benar. Saya pun cenderung menyukai pada One Step Flow Model yang mengakui tiga hal, yakni :
1. Bahwa tidak semua media memiliki kekuatan pengaruh yang sama.
2. Bahwa ada peranan selektivitas penerimaan audiences.
3. Bahwa mengakui kemungkinan timbulnya reaksi berbeda terhadap komunikasi yang sama.

Bahan Bacaan
---. Fungsi Komunikasi Massa. (Makalah kuliah Komunikasi Massa, Susanto Karth, S.Sos. 2006. Tidak dipublikasikan).
---. Institusi Media. (Makalah kuliah Komunikasi Massa, Drs. Mursito BM, SU. 2006. Tidak dipublikasikan).
---. Memahami Industri Media Massa. (Makalah kuliah Manajemen Media Massa, Ch. Heny Dwi Sarwanti, S.Sos. 2006. Tidak dipublikasikan)
Depari, Eduard dan MacAndrews, Colins. 1995. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Jahja, Rusfadia Saktiyanti dan Irvan, Muhammad. 2006. Menilai Tanggung Jawab Sosial Televisi. Depok : Piramedia.
Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Nurudin. 2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

(Tugas Mata Kuliah Komunikasi Massa, S1 Ilmu Komunikasi UNS, Tahun 2006)

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...