Selamat Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah 132 H)! Yaa, slalu menjadi warga negara yang patuh atas kebijakan pemerintahnya, so... slalu juga merayakan hari raya sesuai dengan tanggal yang ditentukan oleh pemerintah, para cerdik pandai di negeri ini. Tak mundur, apalagi maju. Seperti halnya Idul Adha kali ini, saya merayakannya pada hari Minggu, 6 November 2011. Agak sebal sebenarnya, kenapa tanggal merah tahun ini kebanyakan jatuh di hari Minggu! Yaa, gitu, libur yang dijamak tapi sangat MERUGIKAN for us!
Gara-gara libur yang gak libur, imbasnya suamiku gak pulang di lebaran haji ini. Waktunya so mepeeet! Hee... Yah, ditambah lagi, dia harus mengikuti training di weekend yang sama. Alhasil, aku berlebaran hanya bersama Fafa, mbahnya Mas Rudy, dan para tetangga di sini.
Lebaran haji di sini memang agak berbeda dengan di Palembang. Pertama, dia gak ada bedanya dengan hari biasa selain ketika malam takbiran dan hari lebarannya. Ketika malam takbiran, para muadzin dan beberapa anak kecil di sini mengumandangkan gema takbir hingga hampir tengah malam dari musholla yang tepat berada di depan rumah. Hee, iya, jadi suaranya benar-benar terdengar jelas dan menjadi pengantar tidur di malam takbiran. Sebelum-sebelumnya, waah... Biasa saja. Kalo di Palembang kan, suasana lebaran haji hampir mirip dengan lebaran Idul Fitri. Rumah-rumah menyiapkan kue kering, ada ketupat dan opor ayam, ada juga maaf-maafan antara keluarga dan tetangga. Tapi di sini? Mm... Tidak ada.