Kemarin usia Fafa genap 1 tahun. 18 April 2011, setahun yang lalu, aku melahirkan Fafa secara caesar di RS Sardjito Yogyakarta. Sekarang, gadis kecilku sudah mampu merangkak ke sana-sini. Bahkan tepat di hari ulang tahunnya, ia membuatku terkagum-kagum ketika mampu berdiri sendiri dari duduknya. So great!!
Belajar berjalan dengan berpegangan segala benda yang bisa ia gapai, dinding, lemari, kursi, meja. Bahkan tanpa dinyana, ia juga sudah bisa naik turun tempat tidur yang ukurannya cukup tinggi. Fafa memang lincah, tak pernah mau diam, kecuali jika tertidur. Barulah wajah malaikat kecilku terlihat damai, seolah tak ada lagi yang ingin kugapai dalam hidup ini.
Maaf ya, nak... Di usiamu yang sekecil ini, kamu telah menemani Mama menghadapi kepedihan hidup. Kegetiran atas peristiwa yang tak pernah dinyana sebelumnya. Namun, inilah kenyataannya. Mama sendiri sudah ikhlas menerimanya. Semoga suatu hari nanti saat kau bertanya, kaupun mengerti. Bahwa hidup tak selamanya berjalan sesuai doa yang kita panjatkan, namun percayalah Tuhan pun takkan pernah membiarkan kita selalu hidup dalam kesedihan.
Nih, blog yang sengaja kubuat untuk saling berbagi cerita ttg dunia yang kujalani, ttg hidup yg begitu uniknya, ttg apapun yang berhasil mengusik perhatianku untuk segera kurangkai dalam kata-kata sehingga mengalir sebuah kisah yang menarik...
Kamis, April 19, 2012
Rabu, April 11, 2012
Wong Palembang, Wong Kito Galo
Dari bahasa mereka menyebut diri mereka sendiri, Wong Palembang (dibaca Wong Plembang), tiga budaya akan langsung menyertainya: Melayu, Jawa dan Cina. Kata Wong yang berarti orang jelas sebuah kata berasal dari bahasa Jawa. Hal ini ditengarai bila para pemimpin terakhir orang Palembang sebelum kolonialisme datang terbingkai dalam sistem kekuasaan feodalisme Kesultanan Palembang Darussalam yang merupakan manusia-manusia dari tanah Jawa. Adapun kata Palembang yang langsung merujuk nama tempat memiliki sejarah yang diambil berdasarkan kronik Tiongkok, yakni kata Pa-lin-fong yang terdapat pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178 oleh Chou-Ju-Kua yang merujuk pada Palembang. Sedangkan gaya bahasa ketika menyebutkannya sendiri: “Wong Plembang”, irama dan logat Melayu yang berayun akan langsung kentara. Sementara orang Palembang menyebut diri mereka sebagai Wong Palembang, di tempat lain, orang-orang yang berada di luar lingkaran Wong Palembang lebih mengenal mereka atau memang lebih suka menyebut diri mereka sebagai Wong Kito atau bahkan Wong Kito Galo.
Selasa, April 10, 2012
Pempek Sebagai Identitas Kuliner Wong Palembang
Dari aspek kuliner, boleh jadi Pempek Palembang adalah Pesona Sumatera Selatan nomor wahid. Pempek merupakan salah satu kuliner khas Sumatera Selatan umumnya dan Palembang khususnya. Berdasarkan penelitian pada tahun 1980, persentase hotel dan restoran yang menghidangkan pempek mencapai 44,4-66,7%. Seiring dengan penerimaan masyarakat yang kian meluas, jumlah restoran penjual makanan yang juga menjadi ikon kuliner Kota Palembang ini tentunya semakin bertambah dari waktu ke waktu. Berita dari kompas.com tertanggal 22 September 2008 bahkan bertajuk “Palembang Kirim 0,5 Ton Pempek Per Hari”. Pantauan jurnalistik yang dilihat dari pengiriman paket pempek melalui kargo Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang tersebut menyebutkan, bahwa menjelang lebaran, dalam sehari 50.000 butir pempek keluar dari kota yang juga dikenal dengan Sungai Musinya, Jembatan Ampera, Kerajaan Sriwijaya, klub sepak bola Sriwijaya FC, songket Palembang, maupun ungkapan “Wong Kito” sebagai ciri khas lokalitasnya. Paket-paket pempek tersebut kebanyakan dikirimkan untuk para wong kito yang ada di perantauan. Menurut Appadurai dan Hannerz (sebagaimana dikutip dalam Abdullah, 2010:43) bahwa keberadaan seseorang dalam lingkungan tentu di satu pihak mengharuskan penyesuaian diri yang terus-menerus untuk dapat menjadi bagian dari sistem yang lebih luas. Namun di lain pihak, identitas asal yang telah menjadi bagian sejarah kehidupan seseorang tidak dapat ditinggalkan begitu saja, bahkan kebudayaan asal cenderung menjadi pedoman dalam kehidupan di tempat yang baru.
Senin, April 09, 2012
Pesona Dunia Pariwisata dan Sejarah Kota Palembang
Kemana kaki harus melangkah jika kita ditanya tentang objek wisata Kota Palembang? Apa ke Punti Kayu? Bukit Siguntang? Atau Sungai Musi? Aduh, kok kita jadi bingung ya... Padahal bagi yang sejak kecil kita sudah di sini, harusnya tahu betul di mana tempat objek wisata kota ini. Nah, kalau kita mau memikirkan mengenai hal ini barang sejenak, kita akan temukan bahwa sesungguhnya objek wisata Palembang itu sangat memesona.
Dalam industri pariwisata, ada dua jenis objek yang dapat dijadikan daya tarik daerah, yaitu wisata alam dan budaya. Dulu wisatawan semata-mata hanya tertarik pada keindahan alam suatu tempat, tapi sekarang banyak juga wisatawan yang tertarik untuk melihat khasanah warisan sejarah dan budaya di tempat-tempat yang mereka kunjungi. Berkaitan dengan hal itu, peninggalan arkeologi yang merupakan sumber daya budaya dapat dimanfaatkan menjadi aset wisata budaya.
Palembang sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Selatan, punya banyak potensi aset wisata budaya. Kota yang sudah berusia 13 abad lebih ini banyak meninggalkan jejak-jejak sejarah yang menarik untuk ditelusuri. Secara kronologis, peninggalan itu berasal dari zaman Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darussalam, sampai zaman kolonial Belanda. Dulu perencanaan kota pada masa Sriwijaya umumnya berada di meander Sungai Musi yang berupa tanggul alam atau tanah yang meninggi. Hal ini menunjukkan bahwa Sri Jayanasa menempatkan lokasi pemukiman sesuai dengan kondisi geografis Palembang.
Dalam industri pariwisata, ada dua jenis objek yang dapat dijadikan daya tarik daerah, yaitu wisata alam dan budaya. Dulu wisatawan semata-mata hanya tertarik pada keindahan alam suatu tempat, tapi sekarang banyak juga wisatawan yang tertarik untuk melihat khasanah warisan sejarah dan budaya di tempat-tempat yang mereka kunjungi. Berkaitan dengan hal itu, peninggalan arkeologi yang merupakan sumber daya budaya dapat dimanfaatkan menjadi aset wisata budaya.
Palembang sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Selatan, punya banyak potensi aset wisata budaya. Kota yang sudah berusia 13 abad lebih ini banyak meninggalkan jejak-jejak sejarah yang menarik untuk ditelusuri. Secara kronologis, peninggalan itu berasal dari zaman Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darussalam, sampai zaman kolonial Belanda. Dulu perencanaan kota pada masa Sriwijaya umumnya berada di meander Sungai Musi yang berupa tanggul alam atau tanah yang meninggi. Hal ini menunjukkan bahwa Sri Jayanasa menempatkan lokasi pemukiman sesuai dengan kondisi geografis Palembang.
Kompetisi Blog ‘Pesona Sumatera Selatan’
Ello... Ello... Ello... Weeh, ada kompetisi menulis blog yang keren banget nih... Aku copas aja isinya langsung dari sumbernya aja yaa... Ayo, pada ikutan... Hadiahnya menarik banget kan? Aku aja mo ikutan... Uhui!!! :D
Dalam rangka memperingati hari ulang tahun Provinsi Sumatera Selatan yang ke-66, komunitas blogger Wongkito bekerja sama dengan Trijaya FM Palembang, Musi Institute dan Dinas Pariwisata Sumatera Selatan mengadakan kompetisi menulis blog dengan tema ‘Pesona Sumatera Selatan’.
Teman-teman bisa menulis apapun yang menurut temen-temen memesona dari Sumatera Selatan. Gak cuma Palembang ya, semua bisa menulis dari pariwisata, kekayaan alam, kerajinan dan apapun yang menurut teman-teman menarik dan memesona.
Dalam rangka memperingati hari ulang tahun Provinsi Sumatera Selatan yang ke-66, komunitas blogger Wongkito bekerja sama dengan Trijaya FM Palembang, Musi Institute dan Dinas Pariwisata Sumatera Selatan mengadakan kompetisi menulis blog dengan tema ‘Pesona Sumatera Selatan’.
Teman-teman bisa menulis apapun yang menurut temen-temen memesona dari Sumatera Selatan. Gak cuma Palembang ya, semua bisa menulis dari pariwisata, kekayaan alam, kerajinan dan apapun yang menurut teman-teman menarik dan memesona.
Bertemu CEO MDS, Bu Elni
Sebenernya, sejak bertemu Bu Elni, CEO-nya Mizan Dian Semesta, Jumat, 9 Maret 2012 kemaren di markas MDS Yogya, Jl. HOS Cokroaminoto Tegalrejo TR III No. 435A Yogyakarta Telp/Fax: 0274 – 589893 aku udah mo nulis tentang ini. Cumaaa... yah, minta excuse again, waktu dan tempat yang tidak memungkinkan... Hahaha... Apa maksudnya?!! Gak nyambung.com
Hm... Mungkin aku termasuk Book Advisor MDS yang paling gak produktif. Padahal niat untuk promosiin via blog dan FB-ku udah berkeliaran aja di kepalaku. Cumaaa... Hee, aku sendiri sampe gak enak sama Bu Dian, sang bos besar di jaringanku. Hee... Yah, untuk saat ini paling aku berperan sebagai pengguna produk MDS, yups... It’s true! Buku-buku Halo Balita sama bonus Ensiklopedi Islam yang terbuat dari bahan yang sama itu jadi bacaannya Fafa sehari-hari. Koleksi Halo Balita yang sengaja aku letakkan di bawah LCD, jadi sasarannya tiap hari untuk bongkar-bongkar barang. Hee...
Well, back to Bu Elni. Aku datang karena ada acara promo produk Nabiku Idolaku (NBI) Premium. Wih, emang keren banget produknya. Btw, kalo mo baca-baca tentang produk ini, aku udah pernah posting tulisan sebelumnya yaa... Klik di sini aja, klo mo baca. Hee! Oya, aku juga mo say thank you, ah buat Bu Deassy yang udah ngijinin aku ikutan nih acara. Iya, kalo liat jalur kan, aku harusnya ikut grup Bandung (Bu Dian), tapi gara-gara aku domisilinya di Yogya, aku ternyata boleh juga ikut acaranya grup Yogya. So sweet, yah? Hee...
Hm... Mungkin aku termasuk Book Advisor MDS yang paling gak produktif. Padahal niat untuk promosiin via blog dan FB-ku udah berkeliaran aja di kepalaku. Cumaaa... Hee, aku sendiri sampe gak enak sama Bu Dian, sang bos besar di jaringanku. Hee... Yah, untuk saat ini paling aku berperan sebagai pengguna produk MDS, yups... It’s true! Buku-buku Halo Balita sama bonus Ensiklopedi Islam yang terbuat dari bahan yang sama itu jadi bacaannya Fafa sehari-hari. Koleksi Halo Balita yang sengaja aku letakkan di bawah LCD, jadi sasarannya tiap hari untuk bongkar-bongkar barang. Hee...
Well, back to Bu Elni. Aku datang karena ada acara promo produk Nabiku Idolaku (NBI) Premium. Wih, emang keren banget produknya. Btw, kalo mo baca-baca tentang produk ini, aku udah pernah posting tulisan sebelumnya yaa... Klik di sini aja, klo mo baca. Hee! Oya, aku juga mo say thank you, ah buat Bu Deassy yang udah ngijinin aku ikutan nih acara. Iya, kalo liat jalur kan, aku harusnya ikut grup Bandung (Bu Dian), tapi gara-gara aku domisilinya di Yogya, aku ternyata boleh juga ikut acaranya grup Yogya. So sweet, yah? Hee...
Aku Benci Bayar Parkir!
Hahaha... Judulku provokatif banget gak? Tapi, ini memang benar! Coba bayangin, cuma untuk sekedar nangkringin motor aja yang segede upil itu aja, mbok cuma sekejap aja, teteeep harus bayar Rp 1.000,-! Alaaa, Taa... Cuma seribu doang, pelit amat, itung-itung sedekahlah... Eits, gak bisa dibilang sedekahlah, konteksnya beda banget, om-tante... Dan bukan persoalan pelit, medit, bin ibat-ibit, cuma bayangin kalo setiap kali parkir depan toko harus bayar seribu, blom kalo di mall ada yang harus dua ribu, fiuuuh... bisa-bisa duit kita cuma tersedot untuk bayar parkir doang!
Oke-oke... Kalo untuk tataran mall ato toko, silahkanlah kalo mo ada biaya parkirnya. Tapi gimana kalo kampus dan perpustakaan? Apalagi perkantoran? Kebangetan banget deh, kalo masih dikenakan biaya parkir!
Suatu hari, gara-gara lupa bawa KIK (Kartu Identitas Kendaraan) pas mo ke salah satu gedung di UGM, alhasil aku dikasih karcis parkir putih ma satpamnya. Artinya, Rp 1.000,- harus keluar hari itu. Padahal aku ke kampus cuma mo nyerahin fotokopi KRS ke prodi. Uh... Ngapain juga nih kampus udah segede-gede ini masih kapitalis aja manajemennya. Masak gak bisa mbedain mana mahasiswa mana yang bukan. Satpamnya aja yang kesenengan kalo pas mahasiswa lupa bawa KIK. Masuk lagi dong, pundi-pundi uangnya... Gak tau tuh, hasil dari uang parkir itu dipake buat apaan.
Oke-oke... Kalo untuk tataran mall ato toko, silahkanlah kalo mo ada biaya parkirnya. Tapi gimana kalo kampus dan perpustakaan? Apalagi perkantoran? Kebangetan banget deh, kalo masih dikenakan biaya parkir!
Suatu hari, gara-gara lupa bawa KIK (Kartu Identitas Kendaraan) pas mo ke salah satu gedung di UGM, alhasil aku dikasih karcis parkir putih ma satpamnya. Artinya, Rp 1.000,- harus keluar hari itu. Padahal aku ke kampus cuma mo nyerahin fotokopi KRS ke prodi. Uh... Ngapain juga nih kampus udah segede-gede ini masih kapitalis aja manajemennya. Masak gak bisa mbedain mana mahasiswa mana yang bukan. Satpamnya aja yang kesenengan kalo pas mahasiswa lupa bawa KIK. Masuk lagi dong, pundi-pundi uangnya... Gak tau tuh, hasil dari uang parkir itu dipake buat apaan.
Bakso Lombok Uleg
What is Bakso Lombok Uleg? Yang namanya bakso jelas bentuknya pasti begitu, bulat, abu-abu, kenyal, ada rasa daging sapinya, dan emang gak ngebosenin untuk dimakan. Tapi ini bukan bakso biasa yang temen makannya adalah mie kuning dan bihun. Di dalam sebuah mangkuk bakso lombok uleg adalah bakso, tahu goreng, dan ketupat! Yang bikin seger, adalah lombok atau cabe rawit yang akan diuleg dulu didasar mangkuk sebelum seluruh bahan-bahan lain ditumpahkan di sana. Bisa dibayangkan rasanya? Apalagi kalo dimaem pas ujan-ujan kayak gini, whoooh... Mak gerrr pokoknya!
Level pedasnya bisa dipilih, gak pedes (cemen, mending gak usah beli nih bakso kalo gak mo pedes, hehehe!), sedang (nih, kalo masih tahap coba-coba), pedas (nah, ini standar sayaaah! Hee...), ato super pedas (jontor-jontor deh, tuh bibir, hehehe...). Isiannya juga bisa dipilih, mungkin ada yang gak suka ketupat? Tapi, inilah seninya makan nih bakso. Kenyangnya yah karena ada tuh ketupat, enaknya karena ada bakso dan tahunya, seksinya karena ada cabenya. Huhuhu, sederhana, tapi nendang. Umm...
Pertama dan seterusnya beli, aku pilih Bakso Lombok Uleg yang ada di depan Super Indo Jakal Km. 5,5 Yogya. Asli katanya. Hee... Tau, bedanya apa sih antara asli ama gak? Yang jelas, setelah enak maem di sana, rada malas eksplorasi ke tempat laen. Cuma sekarang, udah jarang-jarang maem di sana. Terakhir sama my big family dari Palembang trus ma keluarga kecilku di sini. Itu aja, lucky banget, pas kami dateng, eh, langsung ditutup, coz udah abis stoknya. Jadi, kami pembeli terakhir gitu di hari itu. Hee... Selamat!!! *Apaaa coba??! Hehehe...*
Level pedasnya bisa dipilih, gak pedes (cemen, mending gak usah beli nih bakso kalo gak mo pedes, hehehe!), sedang (nih, kalo masih tahap coba-coba), pedas (nah, ini standar sayaaah! Hee...), ato super pedas (jontor-jontor deh, tuh bibir, hehehe...). Isiannya juga bisa dipilih, mungkin ada yang gak suka ketupat? Tapi, inilah seninya makan nih bakso. Kenyangnya yah karena ada tuh ketupat, enaknya karena ada bakso dan tahunya, seksinya karena ada cabenya. Huhuhu, sederhana, tapi nendang. Umm...
Pertama dan seterusnya beli, aku pilih Bakso Lombok Uleg yang ada di depan Super Indo Jakal Km. 5,5 Yogya. Asli katanya. Hee... Tau, bedanya apa sih antara asli ama gak? Yang jelas, setelah enak maem di sana, rada malas eksplorasi ke tempat laen. Cuma sekarang, udah jarang-jarang maem di sana. Terakhir sama my big family dari Palembang trus ma keluarga kecilku di sini. Itu aja, lucky banget, pas kami dateng, eh, langsung ditutup, coz udah abis stoknya. Jadi, kami pembeli terakhir gitu di hari itu. Hee... Selamat!!! *Apaaa coba??! Hehehe...*
Ello, My Lovely Blog...
Hm, ud lama banget gak update nih blog, rasanya kangeeeeen banget... Kebiasaan untuk menceritakan apa yang terjadi dalam hidupku tiba-tiba terhenti, oleh satu, dua, upss banyak hal. Tapi, harus kukatakan bahwa apa yang terjadi dalam hidupku akhir-akhir ini, benar-benar membuatku merasakan apa sebenarnya arti hidup. Dan kau tahu, wow, ini hidup yang benar-benar hidup, luar biasa!!!
Butuh banyak bantuan dari orang-orang terkasih sehingga aku bisa berada di titik ini sekarang. Sebuah kata-kata dari sinema bioskop tanah air mungkin benar juga dan bisa kukutip di sini. Bahwa seni kehidupan adalah kita tetap hidup berdampingan bersama sakit hati itu namun setiap hari kita masih bisa tersenyum. Yaah, it’s me... It’s my life... And I still have my big smile.
Kata-kata si Olga, si presenter tengil itu juga bisa juga bikin aku terngiang-ngiang. Doi bilang cinta itu bukan bikin orang mo mati, tapi justru sebaliknya, cinta bikin orang bahagia dan mau terus hidup untuk selama-lamanya. So, kalo kamu merasa cintamu sudah bikin kamu gak betah hidup, waspada aja, mungkin emang bukan cinta lagi yang bersarang di hati dan pikiranmu saat ini.
Butuh banyak bantuan dari orang-orang terkasih sehingga aku bisa berada di titik ini sekarang. Sebuah kata-kata dari sinema bioskop tanah air mungkin benar juga dan bisa kukutip di sini. Bahwa seni kehidupan adalah kita tetap hidup berdampingan bersama sakit hati itu namun setiap hari kita masih bisa tersenyum. Yaah, it’s me... It’s my life... And I still have my big smile.
Kata-kata si Olga, si presenter tengil itu juga bisa juga bikin aku terngiang-ngiang. Doi bilang cinta itu bukan bikin orang mo mati, tapi justru sebaliknya, cinta bikin orang bahagia dan mau terus hidup untuk selama-lamanya. So, kalo kamu merasa cintamu sudah bikin kamu gak betah hidup, waspada aja, mungkin emang bukan cinta lagi yang bersarang di hati dan pikiranmu saat ini.
Langganan:
Postingan (Atom)