Ini
adalah cerita tentang perjalananku bersama teman-teman komunitasku di Generasi
Pesona Indonesia (GenPI) Sumatera Selatan (Sumsel) beberapa minggu yang lalu,
yakni Jumat-Minggu, 20-22 Oktober 2017. Perjalanan dengan tajuk “Famtrip GenPI
Sumsel ke Lahat dan Pagaralam Tahun 2017” ini sangat istimewa. Diikuti oleh 31
anggota GenPI Sumsel dan 11 orang undangan dari GenPI Kabupaten dan Kemenpar
RI, kami sukses menyinggahi 20 destinasi dalam waktu 3 hari 2 malam
tersebut.
Day 1, Jumat, 20 Oktober 2017
Waktu
sudah menunjukkan pukul 8 pagi saat saya usai memesan ojek online dari rumah
saya yang berlokasi di daerah Km. 5 Palembang. Jasa transportasi baru negeri
ini yang akan mengantarkan saya ke Stasiun Kertapati - Palembang, sekitar 30 menit dari
rumah. Stasiun ini menjadi titik temu pertama seluruh anggota GenPI Sumsel yang
akan berangkat ke Lahat dan Pagaralam, hari ini, Jumat, 20 Oktober 2017.
(1)
Stasiun KAI Kertapati - Palembang
Setibanya
saya di stasiun kereta api itu, anggota GenPI Sumsel lainnya sudah menunggu.
Adalah Ade Prabella, anggota GenPI Sumsel yang juga bekerja sebagai masinis PT
Kereta Api Indonesia yang membantu pengurusan tiket kereta api kami dari
Palembang menuju Lahat.
(Semua Dimulai Dari Stasiun KAI Kertapati) |
Perjalanan
kereta api berjalan lancar. Pukul 9.30 WIB kami berangkat dengan menggunakan
kereta api ekonomi Serelo dan tiba di Stasiun Lahat pada pukul 14.00 WIB. Di
sana, kami sudah dijemput oleh 5 mobil yang dipimpin oleh Kak Aan Syahar, anggota
GenPI Pagaralam yang sebentar lagi akan dilantik.
Saya
mendapat mobil Xenia hitam dengan sopir Kak Aldi namanya. Dalam mobil kami,
saya bersama 6 anggota GenPI Sumsel lain yang kebetulan cewek semua. Alhasil,
suasana khas mobil cewek-cewek sangat terasa selama perjalanan.
(2)
RM Yogya di Lahat
Pemberhentian
pertama kami adalah Rumah Makan Yogya di Lahat. Rumah makan unik yang cukup
instagramable ini menyajikan menu beragam, ada ayam bakar, ikan bakar, ayam
crispy dengan sambal yang juga beragam. Nikmat itu kata kuncinya.
(3)
Mabed - Lahat
(Mabed Lahat yang Cantik) |
Perjalanan
selanjutnya, kami menuju Mabed. Tempat wisata baru di Lahat yang menyajikan
objek berfoto di Bukit Gumay. Ketika tiba, saya langsung tertarik untuk
mengambil objek jembatan, kapal bendera, agunan cinta, dan kapal bunga. Setiap
objek foto dikenakan biaya Rp 5.000,- oleh pengelolanya. "Bahan-bahannya
jauh Dek ini, jadi tolong dibantu," kata sang ibu penjaga objek dan saya
balas dengan senyum.
Momen-momen
seperti ini saatnya mengakrabkan diri dengan yang lain. Senangnya, bisa
berkenalan dengan fotografer-fotografer keren dan murah hati untuk mengambilkan
gambar. Adalah Kak Nanda Dadidut, Eef, Reivo juga siapapun yang terlihat,
selalu dimintai tolong untuk mengambilkan gambar, dan serunya tidak ada yang
menolak.
Inilah
kami, komunitas pencinta pariwisata. Hobinya jalan-jalan dan menikmati
perjalanan. Foto-foto, ambil video, menjadi salah satu cara untuk mengumpulkan
bahan yang nantinya menjadi alat untuk mempromosikan pariwisata di Sumatera
Selatan khususnya.
(4)
Cagar Budaya Komplek Megalitik Rindu Hati - Lahat
Ketika
perjalanan menuju Pagaralam, kamipun sempat berhenti sesaat. Ternyata di bagian
sebelah kanan jalan terdapat Cagar Budaya Komplek Megalitik Rindu Hati - Lahat.
Lahat memang terkenal dengan sebutan kota 1.000 megalit. Banyak ditemukan
batu-batu besar yang disinyalir peninggalan nenek moyang masyarakat Lahat di sana.
(5)
Villa dan Hotel Gunung Gare - Pagaralam
Usai
dari Mabed, perjalanan kami lanjutkan menuju Pagaralam. Saya sangat menikmati
perjalanan ini. Semakin menikmati setelah tahu bahwa kami akan menginap di
Villa dan Hotel Gunung Gare. Ini merupakan tempat menginap yang sangat terkenal
di Pagaralam. So romantic gaes...
(6)
Cafe D’Light - Pagaralam
(Lampu-Lampu di Cafe D'Light) |
Usai
pembagian villa, kami menuju MTQ, sebuah cafe bernama Cafe D'Light ada tidak jauh dari villa dan
kami menikmati makan malam di sana. Beneran, suasananya manis sekali. Lampu-lampu
kecil menghiasi pepohonan rindang di sana. Menu ayam bakar, ikan bakar dan ayam
penyet kali ini menjadi pilihan dan lagi-lagi sedap banget.
(7)
Tangga 2001 - Pagaralam
(Diskusi Malam GenPI Sumsel) |
Day
2, Sabtu, 21 Oktober 2017
Waktu
masih menunjukkan pukul 3.30 WIB ketika suara riuh dari kamar sebelah
membangunkan. "Mbak Nitaaa, ikut nyari sunrise gak?" tanya para anggota
GenPI Sumsel yang kebetulan satu villa dengan saya. "Iya, ikut. Ini mau
mandi," jawab saya. Haha, bayangin mandi di Pagaralam sesubuh itu
bagaimana rasanya? Cuma mengingat dari kemarin sore belum mandi, berarti saya
harus melakukannya.
(8)
Tugu Harimau, Perkebunan Teh, Pagaralam
(Tugu Rimau Pagaralam) |
(GenPI Sumsel di Tengah Kebun Teh Pagaralam) |
(9)
Kampung Plang Kenidai - Pagaralam
(Pintu Dengan Ukiran Khas Plang Kenidai) |
Kampung
Plang Kenidai merupakan kampung tertua di Pagaralam. Diyakini kampung ini sudah
ada sejak tahun 1500 tahun yang lalu. Di sini, saya berbicara dengan warganya
sembari mencari tahu tentang kampung ini. Namanya Bapak Dayud. Dia bercerita
bahwa di kampung ini terdapat 13 rumah bari, dan ada 400 rumah kayu berwarna
hitam dengan bentuk yang sangat khas. Kayu untuk membuat rumah-rumah ini
namanya kayu tenam. Namun, kalaupun ingin membuatnya sekarang sudah tidak bisa
lagi karena tukangnya sudah tidak ada.
(10)
Makam Puyang Serunting Sakti - Pagaralam
(Di Depan Makam Puyang Serunting Sakti) |
Di
makam itu juga, kita bisa melihat batu bekas tempat sholat Puyang. Dikatakan
penjaganya, kadang orang yang juga melaksanakan sholat malam di sana suka
mendapatkan sesuatu yang tak terduga, seperti batu cincin. Kamu mau coba?
Silahkan saja... Hal ini karena legenda Sang Puyang atau yang juga dikenal dengan
Si Pahit Lidah ini masih meninggalkan barang-barang mistis di masyarakat
keturunannya berupa keris atau cupu. Pada waktu-waktu tertentu, diadakan
upacara ritual pemandian benda-benda ini.
(11)
Toko Souvenir - Pagaralam
Di
Pagaralam juga banyak terdapat toko-toko souvenir. Kami berhenti di salah
satunya. Saya sendiri membeli kaos lengan panjang untuk saya, kaos lengan
pendek untuk Fafa, gantungan kunci, dodol kacang hijau, dan kopi. Lumayan untuk
oleh-oleh dan pengingat bahwa saya sudah jalan-jalan ke sini.
(12)
Green Paradise - Pagaralam
(Indahnya Green Paradise) |
(13)
Curup Embun - Pagaralam
(Curup Embun Pagaralam) |
Usai
makan, mulailah kami turun ke bawah, menuju lokasi air terjun. Debit air tidak
terlalu deras membuat air terjun yang diharapkan ada 3 aliran hanya ada satu
saat kami datang. Tapi itu bukan alasan untuk tidak bersenang-senang.
Awalnya
yang tidak mau terjun, tapi ketika melihat Kerrick dan kawan-kawan bisa
mendapatkan spot foto yang menarik, jadilah ikutan turun juga. Basah karena air
itu menyenangkan. Baru menjadi masalah itu ketika perjalanan balik. Yups,
tangga turun yang tidak seberapa awalnya, menjadi penuh tantangan saat pulang.
Berkali-kali saya berharap, tangganya habis. Hahaha, nafas tersengal usai
sampai. Muka ikut pucat saya rasa. Namun tidak apa-apa, pengalaman hari ini
sungguh penuh cerita.
Malam
ini, kami kembali makan di Cafe D'Light atau eks MTQ. Usai makan, saya bersama
Koordinator GenPI Sumsel menyempatkan keluar mencari minimarket. Kondisi tubuh
saya menurun. Tenggorokan tiba-tiba terasa gatal dan suara menjadi serak.
Alhasil, wajib memulihkan diri dengan cepat, obat batuk, permen pelega
tenggorokan dan air pereda panas dalam menjadi pilihan.
(14)
Kamar 502 Villa Gunung Gare - Pagaralam
Tiba
di villa, kami menuju kamar 502. Di sana menjadi tempat berkumpul untuk kembali
melakukan koordinasi GenPI Sumsel. Kegiatan koordinasi itu baru berakhir pada
pukul 11 malam. Muka tepar, langsung mengantarkan ke dunia mimpi lebih cepat
ketika sampai kamar.
Day
3, Minggu, 22 Oktober 2017
Good
morning... Hari ketiga hari ini. Minggu, 22 Oktober 2017, kami kembali memulai
petualangan kami.
(15)
Penginapan DCabin - Pagaralam
Pemberhentian
pertama kami ke penginapan unik dengan nama DCabin Pagaralam, sebuah penginapan
di Pagaralam yang menerapkan konsep rumah unik dan minimalis. Harga yang
dibandrol sekitar Rp 350.000-400.000 per malam. Saya menyempatkan diri untuk
ikut berfoto dan melihat fasilitas yang ditawarkan dari 8 unit rumah yang ada
di sana.
(16)
Taman Batu Organik - Lahat
(Taman Batu Organik Lahat) |
Saya
sempat berkeliling dengan Pak Anto yang bekerja di taman batu organik. Dia
menceritakan bahwa gurunya lah yang membuat taman itu yang bernama Pak Damsi.
Di luas tanah 2 hektar tersebut, Pak Damsi bersama murid-muridnya membangun
taman dengan batu-batu alam. Ide yang sudah berusia 30 tahun mengalami
percepatan pembangunan dalam 10 tahun terakhir. Banyak filosofi yang
diceritakan oleh Pak Anto mewakili gurunya yang sedang keluar kota.
Bahwa
penyusunan baru yang tanpa menggunakan semen itu benar-benar melalui
perhitungan yang cermat agar bisa berdiri kokoh dan rapi. Suasana hijau juga
menerpa di antara bunga-bunga yang ada di taman. Menyejukkan hati.
(17)
RM Ayam Penyet - Lahat
Usai
dari taman batu organik, perjalanan kami lanjutkan ke tempat makan yang ada di
Lahat. Menu ayam penyet menjadi pilihan utama para anggota GenPI Sumsel siang
ini.
(18)
Pelancu - Lahat
(Diskusi GenPI Sumsel Bersama Pengelola Pelancu) |
Di
sini, selain berfoto dengan latar Gunung Jempol atau Gunung Telunjuk atau Bukit
Serelo, berfoto dengan spot-spot foto selfie di Pelancu, kami juga berdiskusi
dengan pengelolanya lebih dalam.
(19)
City Mall Lahat
(Menjadi Narsumber Dalam Talk Show Pariwisata di Lahat) |
(20)
Stasiun KAI Lahat
Akhirnya
kami menuju stasiun kereta api ini menjelang pukul 9 malam. Pukul 10 kereta
kelas bisnis pun berangkat. Kami tiba di Palembang pukul 4 pagi di hari Senin,
23 Oktober 2017. Saya memilih memesan Gocar kali ini untuk menuju rumah.
Akhirnya saya sampai di rumah dengan selamat dan dengan sejuta pengalaman manis
yang tak ternilai harganya.
Terima
kasih GenPI Sumsel telah mengajak saya mengikuti perjalanan yang penuh warna
ini. Terima kasih juga kepada Kemenpar RI yang terus mendukung pariwisata
negeri ini. Terus maju, terus berkontribusi. Salam pesona Indonesia:
Wonderfuuuul. Salam GenPI Sumsel: Gaaaaas!!!!!
4 komentar:
Keren mbak 😍
Sangat bermanfaat 👍
Kece mba ..
hayo mbak, diupdate lagi blog nya
Posting Komentar