Keburukan itu tak selamanya buruk. Mungkin hal itu buruk, pada awalnya, tapi kemudian hal itulah yang menggiring kita menuju kebaikan.
Lihatlah sebuah kematian bagi seorang penjahat. Mungkin itu keburukan. Tapi itu akan menjadi kebahagiaan bagi orang-orang yang selama ini telah ia buat menderita.
Dan tak separah itu, sama halnya dengan perpisahan.
Kemarin, 29 Maret 2004. Aku putus lagi dengan "F" untuk yang kesekian kalinya. Aku tidak menyebut ini sebagai rekorku untuk mengambil keputusan pahit di antara kami berdua. Aku tidak menginginkan hal ini.
Usia yang cukup panjang, cerita yang cukup berliku. Harapan yang tinggal harapan, kini semua harus berakhir.
Saat keinginan itu muncul, impianku hanya ingin melepaskan beban di antara kami. Beban atas sebuah ikatan yang semu. Yang hanya menahan sesak saat rindu hadir, namun tak urung juga tercipta perjumpaan. Penantian yang cukup melelahkan, dan aku tak tertarik lagi untuk berkorban lebih dari ini. Mimpiku telah pupus.
Yang aku rasakan hanya luka, saat menyadari aku memang seorang diri. Aku yang mulai mengiriminya sms, aku yang mulai menelfonnya, aku yang mulai mengiriminya surat, dan aku pula yang terus berniat untuk menjumpainya ke Jakarta. Perih… saat kurasa aku tengah berusaha sendiri.
Kemudian, ia malah menuduhku ada laki-laki lain…
Begitu egoisnya…
Terima kasih atas perpisahan ini Tuhan… Aku takkan menyesalinya.
Aku tidak berusaha untuk melupakannya… Dia temanku kini. Hanya itu, tidak lebih.
Meski sempat menangis, sempat kesal, sempat pula nelangsa, aku telah lebih baik saat ini.
Kini, aku lebih bebas melangkah. Berteman dengan siapa pun yang kumau… ataupun menemukan lagi orang yang cukup berharga untuk aku cintai dengan sepenuh hati.
Perasaan cintaku pada seorang "F" perlahan akan berubah maknanya. Hh, betapa leganya…
Aku bisa membebaskan semua kepedihan ini.
Empat tahun sudah aku terus berjuang meraih cintanya, tapi yang ada ia selalu mengikuti perubahan hatinya yang seringkali galau.
Aku tak bisa memaklumi itu terus menerus…
Ya Tuhan, saat aku punya perasaan lagi padanya, kumohon ingatkan aku… bahwa kami memang lebih baik tak bersatu.
Dia bukan untukku, dan aku bukan untuknya.
Biarkan aku menikmati rasa jauh ini. Jauh yang benar-benar jauh. Tak tergapai lagi.
Dalam bayanganku aku tengah duduk di atas tebing yang di bawahnya terbentang luas lautan biru. Aku melihat ombak di bawahku, dan angin laut pun mempermainkan rambutku…
Dingin kurasa saat itu, tapi…
Kemudian kehangatan itu menjalar di seluruh tubuhku, saat dua buah tangan yang besar mencoba memelukku… Erat.
Hh, aku haus kehangatan. Tapi aku takkan sembarangan…
Aku cukup punya kuasa menentukan siapa yang berhak. Aku bosan menjadi budak atas rasa sukaku sendiri. Yang rela diperlakukan seperti sampah… Yang bila kesal, bingsal, bosan, ia bisa melupakan aku begitu saja. Seperti tak punya arti apa-apa…
Tuhan, kutahu Kau ada di sisiku, menemani aku menghadapi hidup. Kutahu Kau menjagaku…
Kini, izinkan aku untuk melepaskan semua resah di hatiku. Berikan aku kesucian hati… Beri aku secangkir anggur kebahagiaan… Beri juga aku keberuntungan dalam meraih impianku.
Biarkan aku meraih apa yang kuinginkan, biarkan aku bangga atas diriku sendiri. Dan biarkan aku berlari menuju bintang. Bintangku… yang selalu setia menanti kehadiranku…
Maafkan aku selama ini, Bintang. Kini aku telah kembali, ke pangkuanmu…
Love you, NeE-Th@… (29 Maret 2004:23.05 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar