Rabu, Desember 03, 2008

Lautan Biru


Lautan biru itu terpampang jelas di bawah. Seberaut awan sesekali menutupnya. Aku kehilangan fokus pandangan dari jendela mini pesawat Wings Air yang kunaiki dari Jakarta menuju Palembang. Yah, itu bukan laut. Itu selat, Selat Sunda. Aku pun melihat Anak Merapi menyeruak di antaranya. Seandainya ada kehidupan di sana

Aku mengalihkan pandangan ke sebelah timur. Kembali lautan biru yang diterima oleh mataku yang baru seminggu lalu kuketahui menderita silindris dan minus. Hh… Hanya memperhatikan dan melihat ke bawah. Mm… Pikiranku yang tak terikat kemudian melanglang buana. Sebuah pertanyaan besar tiba-tiba menghentak-hentak di kepalaku. “Apakah Tuhan pun hanya memperhatikan dan melihat ke bawah?”

Pemahamanku, Tuhan berada di langit, tepat di Sidratul Muntaha, di atas langit ke-7. Dan manusia di bumi, di bawah langit itu. Namun, benarkah Tuhan hanya duduk manis di singgahsananya? Hanya tersenyum manis saat melihat hamba-Nya membuat amal kebajikan, atau hanya mengernyit kecil saat hamba-Nya berbuat kesalahan dan dosa? Apakah Ia juga sempat melihatku yang kini sedang menulis tentang-Nya? Menulis tentang keberadaan-Nya, kewujudan-Nya.

Secara moral, hal ini tak perlu dipertanyakan. Agamaku menyakini Allah SWT selalu berada di dekat kami, di dekatku. Tentu saja Dia tahu aku sedang menanyakan kabar-Nya karena Dia Maha Tahu.

Jadi sebesar apakah Dia? Sebanyak apakah Dia? Benarkah Dia hadir di dekatku? Lalu, bagaimana dengan manusia yang lain? Yang jumlahnya sangat banyak? Apakah Dia juga ada di sisi mereka? Ataukah cukup diwakilkan dengan para malaikat-Nya? Mungkar dan Nakir??

Tuhan, Kau hadirkan lautan biru untukku tersadar bahwa Kau ada. Kau ada di hatiku, untuk terus mengajakku bertanya dan mempertanyakan hidupku. Aku adalah para pencari makna hidup yang penuh dengan nista dan juga tawa ini. Kau beri aku air mata untuk menyadari hakikat sakit, penderitaan, namun juga ada air mata untuk kepuasan dan kebahagiaan.

Tapi Kau tetap tak bisa kulihat. Saat sedihku, aku akui sempat marah pada-Mu. Kenapa Kau berikan aku cobaan dalam menghadapi kekecewaan, kesedihan, kegagalan? Selalu dalam doaku yang kutahu agak lucu, kumeminta agar Kau coba saja aku selalu dalam menghadapi keberhasilan, kesuksesan, dan kemakmuran.

Aku memang hamba-Mu yang pemilih. Aku punya hasrat untuk itu dan tidak sekedar pasrah. Bahkan untuk melihat lautan biru-Mu, aku harus bersikukuh kursi pesawatku berada di posisi paling dekat jendela. Hee… Padahal kursi ini milik anak kecil berbaju merah yang kini ada di sebelah kananku. Dia sedang menatapku. Mencoba memahami mungkin, kenapa aku menangis hanya karena melihat lautan biru.

(Solo, 12 Desember 2007

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...