Jumat, Desember 05, 2008

Bayu-dee Long Hair

Tok.. Tok..
“Cek Niii…”
Terdengar suara dari balik pintu kamar kostku. Aku menutup komik Madoki! yang kubaca untuk kedua kalinya, meletakkannya di atas bantal, lalu membuka pintu. Ketika pintu kubuka ada Noang, adik kost lucu asal Bengkulu. Kepalanya melongok masuk, “Ada si gondrong…”
Haa??
Belum habis rasa terkejutku, Noang dengan senyum jahilnya mulai menghiasi tirai telapak kaki pintu kamarku yang memang sudah meriah. Akhirnya aku mengucapkan terima kasih, lalu kembali menutup pintu.
Whats!?
Aku bergegas mengganti pakaian rumahku dengan pakaian muslim. Ada tamu cowok di luar, seperti biasa aku harus menyesuaikan dengan kewajibanku. Memakai jilbab, meski pakaianku memang tidak seformal saat kuliah. Aku mengenakan celana hitam ‘popok’, sweater pink, dan jilbab langsungan favoritku. Agak lama menyakinkan diri untuk keluar, menahan debar yang tiba-tiba hadir, menghembuskan nafas sekali, lalu aku membuka pintu…
Di sana, di atas bangku panjang hijau, dia menoleh dan menatapku…
“Hai, Yud…” ujarku terbata, tak bisa menyembunyikan raut bahagiaku karena kemunculannya di kostku malam ini.
Aku hanya tersenyum aneh. Masih tak percaya dia ada di hadapanku sekarang. Begitu jelas dengan rambut gondrongnya dan gayanya yang begitu khas. Kurasakan mataku pasti tengah berbinar menatapnya. Dan tak sungkan aku untuk menutup mulutku sambil menatapnya tak percaya, dia datang ke kostku…
Aku tak terbiasa dengan kebahagiaan. Semua itu begitu indah…
“Hai, Nith… Lagi apa? Hey, kok malah senyum-senyum…” ujarnya manis.
“Ee, tidak lagi apa-apa,” masih dengan nada senang yang tidak bisa kututupi. “Yud, kok bisa ke sini? Ee… karena sms-ku ya?”
“Ah, gak juga. Aku cuma ingin urusan tugas kita cepat selesai. Gimana, gak bisa dibuka ya? Padahal ada yang di Corel Draw 11 lho.”
Oh… kurasakan dia sangat peduli dengan tugas kelompok mata kuliah Produksi Multimedia kami. Tepatnya aku, dia, Devi dan Inus. Mata kuliah yang aneh tapi malah menciptakan masa-masa bahagia buatku. Masa-masa duduk di komputer bersebelahan, makan besar di Pizza Hut, juga telfonan itu.
Sebelum melanjutkan obrolan lebih panjang, dia yang hadir bersama temannya, Ivan kuajak untuk duduk di ruang TV. Kami lalu ngobrol di situ.
“Ya, gitu Yud. Tadi sepulang kuliah, aku langsung buka disketnya. Tapi gak bisa. Aku malah buka yang lain-lain.”
“Mm, kok gak bisa dibuka ya? Ya udah, sekarang catat aja nama-nama kelompok kita. Ntar aku desain lagi dan langsung aku print.” Jawabnya.
Aku masuk lagi ke kamar mengambil notes dan spidol. Aku menulis nama-nama itu di hadapannya. “Nama siapa aja nih?” Kataku bermaksud menarik perhatiannya.
“Nama kamu lah, trus Devi, dan yang laen”
“Nama kamu?”
“Oya, gak perlulah masa aku gak ingat namaku sendiri.”
Hehehe… aku sedikit terkekeh, lalu mulai menulis…

Sumarni Bayu Anita (03030)
Devi Oktavia HN (02996)
Yustinus W. Wea (03129)
Yudi Apriliansyah (03011)

“Nih!” Kataku sambil menyodorkan robekan notes IM3 itu.
Yudi mengambilnya, “Jadi aku semua yang mendesainnya ya? Ntar kalo jelek ya terima aja kan?”
Aku tersenyum, “Aku yakin bagus kok!”
Sesekali aku mengajak Ivan ngobrol, sekedar mengalihkan sejenak pandanganku dari Yudi. Yah, mataku memang gak bisa melepasnya lama. Aku suka menatapnya…
“Yud, kamu ke sini karena sms-ku ya? Bener kan isi sms itu…” ujarku akhirnya yang sejak awal menahan pertanyaan itu untuk mengalir dari bibirku.
“Ah, gak. Kamu gak ada salah kok. Tadi itu, aku buru-buru bangun tidur, mandi trus mau ngerjain company profile yang baru 8 lembar. Aku juga mesti mbantuin Mbak Indah. Jadi pas ketemu, aku maunya langsung ke lab. Yah, gitulah…”
“Ah, bohong. Aku mesti ada salah…”
Lalu, setelah hampir tiga kali bermain-main dengan kalimat itu, lagi-lagi dengan gaya khasnya, ia berujar, “Ya udah, kalo kamu mau bilang diri kamu bersalah. Oke, kamu bersalah…”
Toew!!! Dramatis banget…
Aku tersenyum geli. “Tapi Yud, kok kamu gak nelfon pas malam Senin itu…”
Yudi menatapku sebentar, “Nomor telepon kostmu hilang, Nith. Kan banyak sms masuk jadi kehapus..”
“Wah, kamu terkenal ya banyak terima sms,” sindirku.
Eh, dia malah tergelak mengiyakan. Lalu sigap ia mengeluarkan hp Nokia hitam-putihnya, “Berapa Nith nomor kostmu?”
Aku menatapnya.
Dia balik menatapku. “Ya, berapa?” ujarnya serius.
Deg!
Yah, diantara rasa jengkelku harus memberitahu nomor telepon kostku untuk yang kedua kalinya, ternyata masih tersimpan harapan dan rasa penghargaan yang tulus dalam hatiku. Laki-laki ini gak jahat, kok…
“55.. 79.. 29..”
“Yud, berarti kemarin aku sempet su’uzon ama kamu. Abis, kamu kan udah janji kalo aku sms, kamu nelfon… Tapi…”
“Nah, itu. Kamu gak boleh begitu. Gak baik itu…” Sekilas ia berceramah, bikin aku tertawa lagi. Bisa-bisanya ia begitu menarik minatku untuk mengenalnya lebih jauh.
Yah, kubiarkan ia mendominasi pembicaraan yang ada. Aku selalu bertanya dan ia menjawab. Kuakui diantara kami memang masih sangat kaku. Dudukku saja begitu sopan, tingkahku begitu tertata, senyumku tak pernah lepas. Aku ingin membuat kesan yang baik. Hh, apakah ia berpendapat sama? Aku tak tahu…
Hingga pertanyaan tentang tugas proposal riset kehumasan yang kuajukan karena hasil tugasnya yang sempat kulihat di disket cukup oke, ia menjawab bahwa ia berkonsultasi terlebih dulu dengan Maya sebelum dikumpulkan. Ada yang bergolak. Ia berkata dengan nada datar. Tapi saat masuk ke telingaku terasa begitu keras. Ia menyebutkan sebuah nama…
Huh, apa mauku? Apa salahnya ia menyebutkan satu nama, bahkan sejuta nama perempuan lain di hadapanku. Apa peduliku? Apa yang ada di antara kami? Tak lebih dari sekedar sobat kan?
Benarkah aku tulus dengan kata ‘sobat’ yang kutawarkan padanya? Well, aku terbukti mampu menarik perhatiannya. Langkah awalku kurasa sudah tepat, tapi langkah berikutnya? Harus kuakui aku begitu takut menjalaninya. Akan jauh lebih mudah bila aku berlari mundur dengan sembunyi di balik bantalku. Menciptakan mimpi-mimpi semu seperti yang selama ini aku lakukan. Huhuhu… Memprihatinkan…
Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB saat aku mengantarkan Yudi pulang. Dari belakang gerbang aku seraya berkata, “Hati-hati ya, Yud..” Lalu dijawabnya dengan senyum dan anggukan. “Pulang dulu ya, Nith… Assalamualaikum…”
“Wa’alaikumsalam,” balasku. Lalu melangkah perlahan ke kamar.
Oh, God! Makasih… Kau bikin aku bahagia malam ini…
Aku masuk kamar masih dalam senyum. Aku bercermin, menyakinkan diri bahwa yang kualami bukan mimpi. Ini nyata, nyata bahwa orang yang perlahan tapi pasti memasuki relung hatiku ini barusan saja hadir di kostku.
Jengah harus kutahan perasaanku agar tak terlalu berbunga-bunga. Ngeri bila kuingat suatu masa aku telah merasa terhempas gara-gara Yudi untuk pertama kalinya. Yah, gara-gara dia tidak menelfonku, padahal ia janji kalau aku sms minta ditelfon, dia pasti nelfon… Aku merasa dibohongi. Itu sakit juga ternyata…
Kubuka sms yang kukirim buatnya jam 18.24 WIB tadi. Kuyakin, meski Yudi berdalih ia ke kostku karena arah yang sama dengan rumah temannya. Atau bahkan menyatakan ia berspekulasi untuk kehadirannya yang tanpa pemberitahuan ini. Tetap kuyakin, sms inilah yang membuatnya datang.

“Yud,jd gmn dong?Coverny?Yud,knp sih km dingin gt?Ak ad slh y?Ak cm pngn sobatan aj,kok..Ak pkr bs.Trnyt gk bs,y?Ak mmp y km mo ke kos,nlfn aj ogah..Hh,gpp sih.”

Kukirim dengan sisa-sisa keyakinan perasaan sukaku akan bertahan. Kukirim dengan doa terakhir semoga masih ada harapan. Namun aku pun kemudian sibuk menekuni komik Madoki! yang begitu menarik perhatianku. Lalu, hingga 45 menit kemudian Noang mengetuk pintuku. Aku benar-benar melonjak. Ternyata kasih Tuhan itu masih ada. Lihat, aku yang sebelumnya begitu tak mengakui masih ada kisah menarik dalam hidupku, tiba-tiba saja halusinasi itu hilang. Adrenalin beserta hatiku mulai bergerak bersama lagi.
Namun semua masalah tak selesai begitu saja. Resah itu kemudian juga menyergapku kembali. Menghantui asa yang ada di dalam hatiku. “Betulkah aku menyukai Yudi?”
Setelah agak lama mendekam di dalam kamar, kubuka pintu kamarku, ada Noang duduk di ruang TV. Dia melihatku dengan gaya usilnya, “Cek Niii, gimana tadi si gondrong. Ayo dong cerita-cerita…”
Hah? Apa yang harus kuceritakan? Bisakah hal yang biasa ini kuceritakan ulang menjadi cerita yang luar biasa?
“Cerita apa Noang?” ujarku akhirnya lalu duduk juga di kursi.
“Yang tadi Cek. Wah, tau gak Molen tadi dia duduk di tempatmu sekarang lho…” Noang berujar semangat kepada Molen, adik kostku yang satu SMU dengan Noang.
“Yah, gitulah. Banyak hal yang diobrolin tapi aku gak tau… Kayaknya aku gak bisa terlalu berharap, kita cuma bisa sobatan deh. Banyak yang suka dia… Tadi aja dia menyebut nama Maya yang selama ini membantu dia bikin tugas.”
“Yaaaa…. Cek Niii, kok cak itu sih. Ngapain peduli dengan pendapat orang lain, toh yang ngerasain kita. Mereka gak tahu apa-apa Cek. Ayolah, jangan cuma gara-gara Maya lalu Cek mundur. Rugi Cek… membunuh perasaan yang ado di hati Cek sekarang.”
Ah, lagi-lagi kusebutkan nama itu. Nama pertama yang diceritakan Ayu sebagai orang yang menyukai Yudi. Well, haruskah kujadikan sainganku? Ah, bila aku seperti Yamazaki Tanpopo, pemeran utama di Madoki! pasti aku akan senang hati malah menjadikannya sebagai teman baik. Tapi apakah aku setulus itu?
Di lain pihak, kembali pertanyaan besarku menggantung, “Benarkah aku menyukai Yudi? Seberapa besar?”
Tiba-tiba Noang mengajukan pertanyaan yang mengejutkanku…
“Cek, siapa sih yang menciptakan cinta?”
Aku terdiam sejenak, “Yang Di Atas” jawabku kemudian.
“Lalu, pantaskah kita membunuh cinta? Cinta yang agung karena diciptakan oleh Sang Maha Agung.”
Perlahan aku menggeleng.
“So, biarkanlah cinta itu ada, tumbuh dan berkembang di hati Cek. Dan karena begitu agungnya cinta itu maka akuilah. Pengakuan itu untuk cinta itu sendiri bukan untuk diri Cek…”
Yah, aku mengakui apa yang dikatakan Noang benar. Aku jadi tersipu, selama ini aku selalu ketakutan bila cinta itu mulai tumbuh. Aku begitu berperang dengan harga diriku untuk mengakuinya.
Aku tak punya keyakinan. Aku begitu ragu dan bimbang…

“Ta, kalau kau memang suka padanya, kau harus punya keyakinan!”
“Kalau berjuang sekuat tenaga dan tetap percaya diri, kau pasti akan meraih apa yang kau inginkan!”

Perlahan kutarik tanganku menutupi mukaku. Dalam doa usai sholat Isya’ku, aku kini berharap semoga Tuhan membantuku menggapai cintaku.
Sejuta angan bermain di benakku. Aku tak ingin mengubah dirinya, aku suka dia apa adanya, meski ia gondrong, perokok, cuek dan sangat ‘santai’. Mungkin justru karena itulah yang menjadi kekhasannya. Yah, beri aku kesempatan untuk mencintai lagi, Ya Allah… Siapapun dia, asal ia peduli padaku... (Kamis, 17 Juni 2004; 02:18 WIB)

Catatan: Hohoho, nih kutulis sebelum pdkt ma Rud2, pokoknya abis putus dg yg SMA, trus nyoba deket lagi ma seorang sahabat tp gak bisa, baru ktemu Yudi, tp akhirnya ud tw kan, g bs jg, eh trus deket ma Rud2, pacaran deh smp skrg... Hee!

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Yuk yang suka Taruhan Online Bisa Kunjungi kita di BandarVIP.com

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...